Konstruksi Sosial Teori Pekerjaan Sosial
Orang-orang boleh tidak setuju mengenai apa yang dimaksud dengan pekerjaan sosial, banyak juga berbagai kelompok yang berbeda dalam profesi pekerjaan sosial itu sendiri memiliki pemikiran sendiri, gagasan sendiri, serta menolak gagasan lainnya. Orang-orang seperti ini akan menyebutkan bahwa apa yang dilakukannya adalah pekerjaan sosial. Situasi seperti ini akan melahirkan pandangan bahwa apa yang orang lakukan setiap hari sebagai seorang pekerja sosial akan membentuk pengertian mengenai pekerjaan sosial itu sendiri. Untuk mempermudah pembahasan kita selanjutnya, pemahaman seperti ini disebut dengan konstruksi sosial atas realitas. Dikatakan sebagai konstruksi sosial, karena konstruksi ini sebenarnya bukan merupakan realitas itu sendiri, melainkan hanya merupakan suatu gagasan yang muncul dari perdebatan mengenai aktivitas yang dilakukan.
Gagasan mengenai konstruksi sosial berasal dari pandangan yang dikemukakan oleh Berger dan Luchmann (1971). Mereka mengatakan bahwa dalam kehidupan sosial, sebagai kebalikan dari alami, realitas dipandang sebagai suatu pemahaman yang memandu perilaku kita, akan tetapi kita sendiri memiliki pandangan yang berbeda-beda atas pemahaman tersebut. Yang dapat dicapai hanyalah suatu kesepakatan bersama atas realitas tersebut. Kesepakatan bersama ini bukanlah realitas yang sebenarnya, melainkan suatu kehendak bersama untuk menerima suatu pemahaman menjadi milik bersama. Kesepakatan ini diperoleh melalui berbagai proses sosial dalam kehidupan masyarakat, diorganisasi sedemikian rupa untuk kemudian dipandang sebagai sesuatu yang bersifat obyektif. Karena proses sosial itu berlangsung terus menerus, maka proses obyektivikasi tentang sesuatu akan berlangsung terus sehingga menjadi terinstitusionalisasikan dan dipandang sebagai suatu realitas.
Bagaimana sesuatu dipandang sebagai suatu realitas, sebenarnya hanyalah suatu proses saling berbagi pandangan mengenai bagaimana sesuatu itu ada. Sesuatu dianggap ada jika kita sudah saling berbagi pengetahuan mengenai sesuatu itu. Penyimpangan, perbedaan pandangan (yang sudah terinstitusionalisasi), serta penyelewengan mengenai sesuatu dapat dianggap sebagai realitas itu sendiri. Dengan demikian, sebenarnya, kita berperilaku sesuai dengan konvensi sosial yang berlandaskan pada proses saling berbagi pemahaman. Dengan demikian, kita menginstitusionalisasikan konvensi tersebut sesuai dengan pandangan banyak orang yang sependapat tentangnya. Kemudian, pemahaman ini menjadi terlegitimasi melalui proses-proses tertentu dalam masyarakat dan berubah menjadi sistem yang masuk akal. Dengan demikian, pemahaman bersama tentang suatu realitas, sebenarnya merupakan suatu produk pemahaman manusia. Karena manusia itu tumbuh dan berkembang dalam pemahaman sosial ini dan menerimanya secara terus menerus, maka pemahaman itu dipandang sebagai sesuatu yang bersifat obyektif. Dengan demikian, sebenarnya manusia itu merupakan produk dari masyarakat.
Dari pandangan di atas, terlihat adanya proses sirkuler, dimana individu membentuk makna sosial yang ada dalam masyarakat melalui institusionalisasi maupun legitimasi. Di sisi lain, masyarakat melalui partisipasi individual dalam strukur masyarakat akan membentuk konvensi yang akan mengatur perilaku. Kita dapat melihat adanya suatu spiral yang terus beralih, mempengaruhi, membentuk, dan membentuk kembali struktur, dan perubahan struktur ini akan membentuk konvensi dimana orang hidup dan berperilaku di dalamnya.
Politik Teori Pekerjaan Sosial
Konstruksi sosial akan membentuk dimensi politik dari suatu teori (Payne, 2005). Payne menyinggung istilah politik, karena setiap teori selalu memiliki kelompok kepentingan (interest group) yang berusaha untuk mendapatkan dukungan atas teorinya itu, menjangkau seluas mungkin orang yang menerima teorinya itu. Situasi ini berlangsung terus seperti halnya dalam kehidupan sosial sehari-hari, seperti halnya juga dalam proses perdebatan tentang apa yang dimaksud dengan realitas itu sendiri. Kelompok kepentingan ini berupaya untuk mencari pengaruh sehingga dapat mengarahkan pemahaman kita tentang tentang realitas yang dimaksud. Berkenaan dengan pekerjaan sosial, kelompok kepentingan ini juga berusaha mencari pengaruh untuk mengarahkan pemahaman kita mengenai hakikat serta praktik pekerjaan sosial. Kelompok ini berusaha meyakinkan kepada khalayak seluas mungkin bahwa teori atau praktik pekerjaan sosial yang bersangkutan merupakan sesuatu yang bermanfaat atau memberikan kebaikan dengan cara yang sangat efektif dan efisien. Dalam situasi ini, para pendukung teori yang bersangkutan akan berjuang untuk memperoleh penerimaan atau pengakuan, selanjutnya mereka akan menggunakan pengakuan ini untuk membentuk atau mengkonstruksi keseluruhan teori pekerjaan sosial. Pendukung teori ini akan berusaha memberikan pengaruh terhadap perilaku atau aksi yang dilakukan pekerja sosial lain dalam menangani kliennya. Dengan demikian, pada saat pekerja sosial itu memilih teori yang akan digunakan, dia selalu terlibat dalam proses bagaimana pekerjaan sosial itu dikonstruksikan. Karena apa yang dia lakukan sebagai pekerja sosial menurut versinya, akan menjadi gambaran tentang pekerjaan sosial melalui suatu proses konstruksi sosial. Proses ini akan berlanjut terus dan akan membentuk gambaran tentang pekerjaan sosial pada masa yang akan datang dalam konteks tertentu.
Telaah Singkat Peta Teoritik Pekerjaan Sosial
Para mahasiswa, sebagai insan yang sedang belajar bergelut dengan pekerjaan sosial, seringkali mengalami kebingungan dalam memahami dasar teori atau landasan teori, yang seringkali juga disebut sebagai “practice theory” dalam praktek pekerjaan sosial. Kebingungan ini sangat dapat dimaklumi, karena memang kebingungan ini merupakan satu landasan penting dalam proses belajar lebih lanjut. Untuk menghindari munculnya kegelisahan yang tidak perlu, maka diperlukan sedikit telaah yang dapat berfungsi sebagai pemandu dalam memahami landasan teori praktek pekerjaan sosial. Bahasan ini tidak dimaksudkan sebagai kuliah lengkap tentang teori, melainkan telaah singkat sebagai pemandu bagi pemetaan teori pekerjaan sosial yang mendasari praktek pertolongannya.
Tiga Aliran Besar Dalam Pekerjaan Sosial
Pada dasarnya, terdapat tiga aliran besar dalam pekerjaan sosial yang dapat membimbing kita untuk memahami berbagai rumpun teori yang memiliki implikasi terhadap praktek pekerjaan sosial (Payne:1996). Ketiga aliran atau pandangan tersebut adalah :
1. Reflexive-Therapeutic.
Aliran ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya mencapai kesejahteraan individu, kelompok, serta komunitas dalam masyarakat, dengan cara meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan maupun pemenuhan kebutuhan diri. Pandangan ini menganggap bahwa proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara orang satu dengan lainnya akan mengubah gagasan serta pikiran-pikiran orang, dan demikian pula sebaliknya, juga akan mengubah gagasan maupun pikiran orang lain. Proses saling memberi pengaruh (mutual influence) inilah yang kemudian menyebabkan pekerjaan sosial dikatakan sebagai refleksif (reflexive). Dalam cara seperti ini (Saling memberi pengaruh melalui proses interaksi yang terus menerus), seseorang akan memperoleh kekuatan personal, yang dengan demikian akan memiliki kekuatan pula dalam mengatasi penderitaannya maupun persoalan-persoalan yang merugikan dalam kehidupannya.
2. Socialist-collectivist.
Aliran atau pandangan ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya untuk mengembangkan kerjasama serta mengembangkan sistem pemberian dukungan timbal balik dalam masyarakat, sehingga dengan demikian, sebagian besar orang yang tertindas atau orang yang kurang beruntung tidak akan memperoleh kekuatan atas kehidupannya sendiri. Pekerja sosial dalam aliran ini berupaya membantu orang atau anggota masyarakat dengan cara memberdayakannya seoptimal mungkin sehingga mereka mampu untuk ambil bagian secara aktif dalam proses-proses belajar maupun proses kerjasama tersebut secara konstruktif. Pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial diupayakan dengan cara mengembangkan lembaga-lembaga tertentu dimana semua orang dapat ikut memiliki maupun terlibat di dalamnya serta memanfaatkannya. Aliran teori inilah yang menjadi dasar praktek makro dalam pekerjaan sosial. Kelompok-kelompok elit (istilah untuk menggambarkan segelintir orang yang memiliki kendali atas sumber daya – istilah ini seringkali digunakan dalam aliran teoritik ini) pada dasarnya akan menghimpun serta mengekalkan kendali maupun kekuasaan atas sumber daya yang ada demi keuntungannya sendiri. Dengan demikian, mereka akan selalu menciptakan penindasan maupun ketidak beruntungan bagi orang lain. Disinilah pekerjaan sosial berupaya untuk menggantikannya dengan relasi-relasi yang bersifat lebih “egaliter” dalam masyarakat. Dalam situasi ketidak adilan seperti itu, upaya-upaya yang diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan diri seseorang (seperti dalam pandangan “Reflexive Therapeutic”) menjadi sangat tidak mungkin untuk dilakukan, atau menjadi sangat tidak efektif, karena kepentingan pribadi para kelompok elit akan selalu menghalangi segala kemungkinan berkembang dari kelompok yang tertekan atau tertindas, kecuali kalau suatu perubahan sosial yang bermakna dapat tercapai. Dengan hanya menerima tatanan sosial, seperti yang dilakukan oleh pandangan “Reflexive-therapeutic” maupun pandangan “Individual-reformist”, justru hanya akan mendukung serta mengekalkan kepentingan kelompok-kelompok elit itu saja. Dengan demikian akan menghambat serta menghalangi kepentingan para kaum tertindas atau kaum yang kurang beruntung dalam mencapai kemajuan. Padahal, kelompok ini merupakan penerima manfaat utama dari pekerjaan sosial.
3. Individualist-Reformist.
Aliran atau pandangan ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu maupun masyarakat. Pekerja sosial berupaya untuk memenuhi kebutuhan individual serta meningkatkan pelayanan-pelayanan sosial tempatnya berada, sehingga dengan demikian, pekerjaan sosial dan pelayanan sosial dapat bekerja dengan lebih efektif. Berupaya untuk mengubah masyarakat agar bersifat lebih adil atau menciptakan pelayanan pemenuhan kebutuhan sosial personal melalui pertumbuhan individu maupun masyarakat dianggap sebagai gagasan utama dalam pandangan ini. Namun demikian, gagasan seperti ini sangat tidak rasional untuk pelaksanaan praktek pelayanan sehari-hari yang diberikan secara terus menerus, karena pelayanannya hanya memiliki skala kecil dan sangat terbatas, yang tidak mengarah pada perubahan sosial penting.
Masing-masing aliran pekerjaan sosial ini mengemukakan gagasan-gagasannya sendiri tentang pekerjaan sosial maupun fungsi-fungsinya, selain itu juga mengkritisi sambil berupaya untuk mengubah aliran-aliran lainnya. Akan tetapi masing-masing juga mengakui adanya penggabungan serta tarik menarik antar aliran, misalnya Reflexive-Therapeutic dan Socialist-collectivist yang ternyata juga memusatkan diri pada perubahan sosial dan pengembangan. Demikian pula dengan Reflexive-Therapeutic dan Individual-Reformist yang lebih condong pada praktek-praktek individual, dibandingkan praktek-praktek makro / kolektif.
Ketiga aliran besar teoritik di atas “membundel” beberapa rumpun perspektif teori praktek pekerjaan sosial secara spesifik. Rumpun teori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Perspektif teoritik dan Aliran Dalam Pekerjaan Sosial
Yg mejadi landasan Praktek Pekerjaan Sosial
Perspektif teoritik Aliran Teori Pekerjaan Sosial
Perspektif Existentialist, Humanist, dan Social Psychological, Communication. Reflexive-Therapeutic
Perspektif Radical, anti oppressive, Advocacy, Empowerment, Social Development , Community Development, & Macro Practice in Social Work.
Socialist-Collectivist
Perspektif Task Centered, System Theories, dan Crisis Intervention Individual-Reformist
Dari tabel tersebut terlihat secara jelas bagaimana landasan teori, perspektif teori, serta aliran dalam pekerjaan sosial, baik yang bersifat terapetik mikro maupun pengembangan kolektif makro dalam pekerjaan sosial.
Selectivity Vs Eclecticism
Ada beberapa teori praktek yang ditulis dan dikembangkan secara begitu melebar dan dengan demikian akan mampu mencukupi dirinya sendiri (Self Sufficient), dan bersifat komprehensif. Akan tetapi, pemilihan satu pendekatan teoritik saja akan mengakibatkan penyederhanaan yang berlebihan (over simplifies) terhadap penerapan teori tersebut dalam praktek pertolongan.
Semenjak permasalahan sosial yang dihadapi oleh manusia berasal dan berada pada pengalaman manusia serta situasi yang sangat beragam, maka variasi praktek pekerjaan sosial yang dibutuhkan juga menjadi sangat beragam. Berbagai kemungkinan maupun model intervensi pekerjaan sosial, dengan demikian, harus dikembangkan secara lebih luas. Hal inilah yang mendorong pekerjaan sosial untuk mengembangkan “eclecticism”, yaitu memanfaatkan berbagai aspek dari teori yang berbeda secara bersamaan.
Pustaka
Payne, Malcolm. 2005. Modern Social Work Theory, Palgrave Maclillan. N.Y.
Sumber :http://aribowostks.blogspot.com/2010/02/konstruksi-sosial-teori-pekerjaan.html